SUMBAWA, SEJARAH YANG HILANG

AHMAD ZUHRI MUHTAR

AHMAD ZUHRI MUHTAR

Berbicara tentang sejarah sebuah daerah,mungkin cara yang paling cepat adalah menelusuri peninggalan budaya yang masih tersisa dari daerah tersebut.Begitu pula jika kita ingin membuka catatan sejarah Kabupaten Sumbawa, kita masih bisa menemukan sejumlah atribut yang masih tersisa misalnya istana tua ( dalam Loka ) bekas istana raja Sumbawa,walau sekarang tidak jelas statusnya sebagai apa. Atau sejumlah areal dan bangunan lain yang masih kokoh, kendati pula telah berubah fungsi.Kita mulai saja dari areal dan bangunan Istana Tua yang terletak dikelurahan Seketeng Kecamatan Sumbawa.

Sebelum Dalam Loka dibangun di atas lokasi yang sama pernah dibangun pula beberapa istana kerajaan pendahulu. Diantaranya Istana Bala Balong, Istana Bala Sawo dan Istana Gunung Setia. Istana-istana ini telah lapuk dimakan usia bahkan diantaranya ada yang terbakar habis di makan api. Sebagai gantinya, dibangunlah sebuah istana kerajaan yang cukup besar ukurannya beratap kembar serta dilengkapi dengan berbagai atribut. Istana yang dibangun pada tahun 1885 oleh Sultan Muhammad Jalaluddin ( 1883-1932 ini disebut Dalam Loka atau Istana Tua.

Sebelum Dalam Loka dibangun di atas lokasi yang sama pernah dibangun pula beberapa istana kerajaan pendahulu. Diantaranya Istana Bala Balong, Istana Bala Sawo dan Istana Gunung Setia. Istana-istana ini telah lapuk dimakan usia bahkan diantaranya ada yang terbakar habis di makan api. Sebagai gantinya, dibangunlahsebuah istana kerajaan yang cukup besar ukurannya beratap kembar serta dilengkapi dengan berbagai atribut. Istana yang dibangun terakhir ini disebut Dalam Loka.
Sekarang Dalam Loka yang kebanggaan Tau Samawa ( masyarakat Sumbawa ) hampir hilang ditelan kelalaian dan ketidak pedulian dari Pemerintah.Sejak di renovasi Istana Tua ini belum jelas statusnya bahwa keinginan sebagian masyarakat untuk dijadikan moseum juga belum jelas. Ditambah lagi komplek istana tua yang semestinya steril dari bangunan apapun, kini dikotori oleh bangunan rumah keluarga sultan yang ikut-ikutan mengklaimnya sebagai milik pribadi.

Kemudian areal bersejarah lainnya, yakni ” Lenang Lunyuk ” atau lapangan besar yang berada dibagian atau samping barat Istana Tua, sekarang sudah hilang menjadi bagian atau komplek Mesjid Nurul Huda Sumbawa Besar bahkan termasuk mesjid tersebut yang dulunya bernama ” Masjid Makam “adalah peninggalan sejarah masa lalu yang semestinya tidak dilakukan perombakan total karena baik Istana Tua, Lenang Lunyuk dan Masjid Makam itu adalah bagian dari sebuah sejarah yang tidak terpisahkan satu sama lain.
Namun sekarang bisa juga dibanggakan karena Mesjid Makam yang dulunya sebuah Mesjid Kerajaan sudah berganti dengan sebuah mesjid yang megah dan kebanggan Tau Samawa. Ia kemudian diberi label dengan Mesjid Agung Nurulhuda dan tepat didepannya menghadap selatan berdiri dengan megah pula Istana Tua peninggalan Sultan Sumbawa.

Tidak jauh dari Istana Tua, Lenang Lunyuk maupun Masjid Makam, sekitar 500 meter kearah utara pada tahun 1934 dibangun sebuah istana modern oleh Belanda. Hingga kini istana yang lebih populer disebut Wisma Praja atau Pendopo Kabupaten itu masih berdiri kokoh. Bagi masyarakat karang Kalempat ( pelimpat ) atau masyarakat Seketeng, dahulunya Wisma Praja ini disebut dengan Bala Batu. Gedung ini sempat menjadi kantor terakhir Sultan Sumbawa Kaharuddin III sebelum pindah ke Bala Kuning yang khusus dibangun oleh keluarga Sultan. Bala Kuning ini adalah sebuah rumah besar ber-cat kuning dididiami sultan Sumbawa hingga beliau wafat.

Di Komplek Wisma Praja sendiri,sekarang sudah berdiri bangunan rumah dinas Bupati ( dibag.Barat ) kemudian bagian Timur dibangun lapangan tenis.

Di Bagian timur ini dahulunya ada sebuah sumur keramat yang bisa saja dilestarikan sebagai peninggalan sejarah. Namun sumur yang dikenal dengan nama Sumir Batir dengan kedalaman 19 meter itu sudah ditutup. Konon SUMIR BATIR ini berhubungan langsung dengan BUIN AI AWAK di Keban Lapan Kel.Seketeng sehingga air nya tak pernah kering sepanjang masa. Disebut Sumer Batir karena sumur ini dibuat dengan susunan batu bata yang rapih dan kokoh.

Sebelumnya bagian selatan komplek wisma praja ini juga sudah dipangkas. Dahulu tempat ini berdiri rumah-rumah dinas kediaman para pegawai kerajaan. Sekarang sudah hilang dan areal ini sudah berganti wajah,menjadi bangunan Sekolah Dasar, Kantor Kelurahan Brang Bara dan TK Pertiwi Sumbawa Besar.

Masih dikomplek Wisma Derah ; dibagian depannya ada sebuah bangunan bertingkat tiga yang juga sangat unik. Bangunan ini dikenal dengan ” Bale Jam ” atau rumah lonceng, karena dilantai 3 bagunan ini tergantung lonceng berukuran besar yang khusus didatangkan dari Belanda. Genta ini setiap waktu dibunyikan oleh seorang petugas, sehingga semua warga mengetahui waktu saat itu. Tetapi sekarang tidak lagi. Seandainya masih seperti dulu…pasti asyik.

Jika kita melintas didepan Bale Jam atau wisma daerah, kita mungkin tidak sadar berada diatas sebuah jalan yang khusus diberi nama Jalan Pahlawan dan jika kita menghadap ke utara akan terlihat sebuah lapangan yang namanya juga Lapangan Pahlawan. Kecuali Jalan Pahlawan, Lapangan Pahlawan yang memiliki alur sejarah tersendiri walau tidak terlepas dari sejarah wisma daerah itu, kini sudah berubah fungsi menjadi taman.
Berbatasan dengan lapangan pahlawan ada sebuah parit yang sangat terkenal. Parit ini bernama ” Kokar Dano “. Kokar berarti parit yang hanya pada musim penghujan mengalirkan air. Dano adalah nama seseorang yang menjadi penunggu atau pengawas dari parit tersebut. Bukan itu yang ingin saya ceritakan. Yang ingin saya tulis tentang parit atau kokar dano. Parit ini tidak terbentuk secara alami, namun khusus dibuat pada saat pembangunan baru Istana Tua pada tahun 1885. Kokar Dano ini berawal dari Kantor Camat Sumbawa sekarang bersambung dengan aliran parit dari sawah yang berada dibagian timurnya. Kokar dano ini hanya sepanjang kurang lebih 1 Km dan berujung di sungai brang bara ( belakang komplek perokoan Jl.Kartini sekarang ).
Parit atau kokar dano ini dibuat sebagai pembatas wilayah istana kerajaan yang tidak boleh ditembus atau dimasuki oleh sembarang orang.Bahkan orang Belanda pun tidak boleh sembarang masuk areal ini. Di Kokar Dano ini dibangun sebuah jembatan kayu atau TETE yang letaknya berseberangan dengan kediaman keluarga alm.H.Khaeruddin Nurdin sekarang. Jembatan inilah satu-satunya penghubung antara dunia luar dengan otoritas kerajaan atau pusat pemerintahan kerajaan Sumbawa.
Kawasan pusat pemerintahan, dimana istana sultan berada yakni diwilayah kelurahan Seketeng sekarang. Batasnya adalah sebelah utara, Lap.Pahlawan sebelah barat dengan sungai brangbara, sebelah selatan dengan sungai Karang Pekat dan sebelah timur dengan Sampar Pamanto ( bukit permai ) sekarang. Disebut Sampar Pamanto karena dari bukit ini kita bisa melihat kemegahan Istana Sultan dan Mesjid Kerajaan.

Lewat jembatan kecil disamping kediaman bp.Khairuddin Nurdin di Lapangan Pahlawan ini lah setiap tamu kerajaan dipersilahkan memasuki areal istana kerajaan.Tamu-tamu yang dimaksud adalah tamu yang akan menghadap Raja. Mereka biasa datang dari jauh, dari seberang lautan dari Makassar dan lain sebagainya.

Melewati lapangan yg dulunya bernama LENANG REA ini para tamu berjalan kaki menuju istana Sultan diiringi pengawal kerajaan dipimpin seorang SERIAN.

Lenang Rea kemudian berubah nama menjadi Lapangan Pahlawan konon pada tahun 1955 semasa Sultan Sumbawa menjabat plt Kepala Daerah Sumbawa sekaligus mengabadikan jalan yang membelah lapangan dengan Bala Batu ( wisma daerah ) dengan nama Jalan Pahlawan.

Sebelum tamu menghadap Sultan, mereka dipersilahkan untuk beristirahat sejenak di LENANG LUNYUK didepan atau didalam Mesjid Makam yg berada di bagian barat Istana Sultan. LENANG LUNYUK sendiri berarti Lapangan yang luas seperti hal nya sebuah ruangan di atas Istana Tua sekarang ada sebuah ruangan yang bernama RUANG LUNYUK ( Ruang Besar ) tempat Sultan mengadakan pertemuan dengan para pembantunya.

Namun ada yang menggangu saya tentang Lenang Lunyuk yg sekarang sudah hilang karena renovasi Mesjid Makam menjadi Mesjid Agung Nurulhuda yang mengambil lebih dari sebagian areal Lenang Lunyuk untuk Mesjid Agung tsb.

Ketika bp.Haji Badrul Munir masih menjabat Wk.Gubernur NTB beliau sempat menanyakan tentang Lenang Lunyuk. ” Lenang Lunyuk atau Lenang Ngunuk “. Itu pertanyaan beliau karena pernah satu saat Sultan kita yang sekarang pernah mengatakan kepada pk Badrul Munir bahwa lapangan itu bukan bernama Lenang Lunyuk melainkan Lenang Ngunuk. Alasan Sultan bahwa setiap Sultan Sumbawa dulu akan ke mesjid semua orang yang berada ditempat itu akan ” Tunduk atau Ngunuk “. Demikian penjelasan pak Badrul Munir kala itu. Wallahua’lam.

Namun saya menolak refrensi itu karena sedari saya kecil dan semua orang yang terlahir di Seketeng mengenal lapangan itu dengan Lenang Lunyuk atau lapangan besar / luas. Tidak ada pula tulisan lama seperti buku bp.alm Lalu Manca yg menyebut lapangan itu sebagai Lenang Ngunuk.

SUMER BATIR..sebuah nama yang cukup melagenda didalam kehidupan masyarakat Sumbawa. Sumer Batir adalah sebuah sumur tua yang berada dikompleks wisma daerah Kab.Sumbawa tepatnya di belakang bagian timur gedung tsb.

Sumer Batir ini memang unik dan telah menjadi bagian dari penguatan tradisi dan pemahaman tau Samawa dimasa lalu disekitar wisma daerah khususnya di wilayah desa Seketeng. Sebagai contoh bahwa setiap akan diadakan upcara perkawinan dan sunatan, air dari sumer batir ini harus ada dan wajib menjadi pelengkap setiap ritual yang dilakukan. Jika tidak maka si pengantin akan mengalami hal-hal yang tidak baik selama prosesi perkawinannya. Begitu pula dengan anak-anak yg disunat, kesembuhannya bisa berbulan-bulan.

Sekarang paham dan kepercayaan yang mengarah kepada perbuatan syirik itu telah hilang bersamaan dengan hilangnya sumer batir tsb karena ditutup ketika lapangan tenis di kompleks itu dibangun ( dizaman bp.jakub koswara -sebagai bupati Sumbawa )

Tapi tidak salah jika saya tulis sekedar mengingatkan kita akan keberadaannya. Bahwa sumer batir ini juga dianggap keramat oleh orang Sumbawa. Konon air dari sumer batir ini bisa menyembuhkan semua penyakit. Misalnya ada kisah seorang anak yang sakit berbulan-bulan lamanya setelah di-nazarkan dimandikan di sumer batir, berangsur-angsur sembuh. Sumer Batir ini pun terkenal angker. Tidak sembarang orang boleh mendekati terutama anak-anak. Orang Sumbawa bilang pasti KASIKAL ( sakit ) dan bisa sembuh setelah meminum air sumer batir tsb.

Menurut lagenda pula bahwa Sumer Batir ini berhubungan langsung dengan BUIN AI AWAK ( sumber mata air ) di Karang Lapan Seketeng Sumbawa. Jika buin ai awak ini kering maka sumer batir pun akan kering namun aneh nya air Buin Ai Awak ini tidak pernah kering sepanjang zaman dan bahkan hingga kini. Masyarakat setempat masih memamfaatkan sebagai tempat mandi cuci.

Mari kita susuri kembali pinggir utara Lapangan Pahlawan Sumbawa Besar. Disini terdapat sebuah parit besar yang oleh orang Sumbawa disebutnya sebagai KOKAR DANO. Kokar berarti parit besar dan Dano adalah nama seorang abdi dalem kesultanan Sumbawa yang ditugaskan sebagai pawang atau penunggu parit tsb.

Dano..dikisahkan sebagai seseorang yang berperawakan tinggi besar dan berotot dan konon dia memiliki ilmu kebal dan pandai dalam ilmu silat khas Sumbawa GENTAO.

Setiap waktu Dano melaksanakan tugasnya mengawasi parit yang dibuat khusus sebagai pembatas otoritas pemerintahan Kesultanan Sumbawa kala itu.

KOKAR DANO dibangun jauh sebelum pembangunan Balla Batu atau wisma praja Sumbawa tahun 1931. Namun jembatan kecil ( TETE ) yang dulu berada disamping kanan rumah keluarga bp. Khairuddin Nurdin konon dibangun setahun sebelum Bala Batu berdiri. Jembatan ini adalah satu-satunya penghubung antara otoritas pemerintahan Kesultanan Sumbawa dengan dunia luar.

Tamu yang akan menghadap Sultan dipastikan diterima dulu oleh Dano sebelum dibawa pengawal kerajaan ke Istana Sultan.

Kokar Dano yang memiliki panjang hampir 1 km hingga ke sungai Brang Bara itu dibangun selama kurang lebih 3 bulan oleh masyarakat Karang Garo sebuah kampung yang dahulunya berada di areal wisma daerah sekarang. Ketika Bala Batu akan dibangun, masyarakat Karang Garo dipindahkan ke Kelapis dibagian timur Kebayan, ada juga yang pindah ke Keban Lapan dan Raberas. Sebagian besar penduduk Karang Garo adalah petani pengelola sawah Sultan yang berada diwilayah kelurahan Pekat,Seketeng hingga ke wilayah Uma Sima sekarang.

Sangat banyak tempat-tempat bersejarah di Sumbawa yang terlupakan bahkan telah hilang sama sekali. Selain yang telah saya ceritakan sebelumnya, pada episode kali ini saya mencoba lagi membuka catatan lama peninggalan orang tua dan keluarga saya. Saya mulai dengan Dusun Perate diwilayah Desa Pungka Kec.Unter Iwis.

Dahulu..Perate ini dikenal sebagai tempat tinggal para pembantu keluarga Sultan Sumbawa atau mungkin pas kalau disebut abdi dalem. Perkampungan ini sengaja ditempatkan ( dahulu seperti sebuah lembah ) dipinggiran hamparan sawah milik kerajaan Sumbawa agar penduduk setempat sedikit mudah mengawasi dan mengerjakan usaha tani mereka terhadap sawah milik kerajaan yang menjadi tanggung jawab mereka.

Selain pekerjaan pokok sebagai petani, masarakat Perate juga mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap apapun kegiatan yang dilakukan keluarga Sultan di Istana. Semua dikerjakan oleh mereka bahkan sampai sekarang jika ada kegiatan di Bala Kuning akan selalu terlihat orang-orang yang mengenakan baju hitam pendek ( lamung pene ). Mereka berasal dari Perate dan konon sejak dahulu hanya orang-orang Perate lah yang boleh MARENTA MAREWA atau melakukan setiap pekerjaan di Istana hingga ke Bala Kuning.

Sedikit orang yang mungkin tahu akan hal ini..tapi itulah kenyataannya. Hanya sayang semua ini sudah luntur dan tidak lagi terlihat dan terlaksana seperti dahulu lagi. Inilah salah satu sejarah yang telah hilang dari Sumbawa kita ini.

Selain masyarakat atau abdi dalem yang membantu keluarga Sultan..di Kampung Perate ini juga tinggal sejumlah pengawal kerajaan yang dikenal dengan sebutan SRIAN. Srian ini kebanyakan datang dari Lunyuk dan konon hanya di Lunyuk dimasa lalu itu banyak orang-orang KARONG..orang-orang dengan postur tubuh yang besar dan memiliki ilmu yg jarang dimiliki orang lain sehingga mereka layak menjadi pengawal kerajaan.

Dari Perate..kearah barat dan selatan terhampar luas sawah milik Sultan Sumbawa hingga ke JOROK ( Jorok berarti jauh masuk kedalam ) sebuah lokasi pemukiman yang didiami para pembantu Sultan yang khusus mengurus lumbung padi Sultan. Hingga sekarang masih ada diantara warga Jorok yang menyandang predikat kebangsawanan pemberian Sultan atas pengabdian mereka.

Penanggung jawab LUMBUNG PADI Sultan yang berada di Jorok..setiap musim panen akan mengantar hasil panen menggunakan rakit bambu menyusuri sungai hingga ke Kàrang Pekat sebelum disimpan di Lumbung padi yang dikenal dengan sebutan GALOMPO.

Semoga bermamfaat.